Pemberdayaan-Rohingya

Rohingya kembali muncul ke permukaan isu global. Rohingya dibincangkan, dimanusiakan, diberikan bantuan segala rupa, namun jangan sampai hingga sampai ditinggalkan. Orang Rohingya yangkonsisten berada di Provinsi Rakhine, Myanmar memang lah tak mampu seutuhnya kita intervensi semakin jauh. Karena di Rakhine, puluhan ribu mereka dalam kamp-kamp pengungsian berada dalam pengamanan ekstra ketat polisi pemerintah. Hanya melalui diplomasi antar negara yang mungkin bisa diperjuangan utk meminta Myanmar memberikan hak-hak hidup orang Rohingya.

Tetapi bagi ribuan Rohingya yang waktu ini terdampar dan sudah menginap hampir sebulan di Aceh, apa yang sanggup kita usahakan? Apakah lumayan hanya dgn menghimpun dana, bantuan fisik,pakaian pantas, makanan penuh gizi bagi mereka?

Dalam bermacam teori kemanusiaan, membiarkan pengungsi atau sekelompok komunitas yang tak berdaya akibat bencana, perang, dan kekalutan lain pada sebuah kondisi berbelas kasih bukanlahmenjadi prinsip kemanusiaan yang sesungguhnya.

Mandiri dan berdaya ialah jawaban utama. Mengapa demikian?

Jika menilik kondisi cepat di kamp pengungsian Rohingya di Aceh Utara. waktu ini, kita hanya akan menyaksikan ribuan Rohingya duduk diam tak berkarya. Tertunduk lesu ga ada yang sanggupdikerjakan. Mereka hanya sanggup menikmati hasil donasi dari beragam Instansi yang mengatasnamakan dirinya Instansi kemanusiaan. Setelah Itu mereka kembali dalam kebiasaan membosankan, merenungi nasib sebagai Rohingya yang tetap dirundung duka.

Rohingya sejatinya butuh pemberdayaan. Ribuan orang Rohingya yang sebulan dahulu diselamatkan nelayan lokal Aceh butuh menonton masa depan yang tambah baik dan pantas. Terutama untukmenghidupi anak kecil dan perempuan mereka.

Bertolak dari masalah tersebut, bermacam macam pemberdayaan sekarang telah mulai sejak sejak diinisiasi bagi Rohingya d Aceh. Salah satunya yaitu pemberdayaaan yang dipusatkan di Gedung Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Aceh Utara, hasil kolaborasi dari Relawan Aksi Serta-merta Tanggap (ACT) dan antor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A).

Pemberdayaan bagi perempuan dan anak Rohingya dimulai dari penyuluhan berkaitan pentingnya menjaga kebersihan di penampungan, hingga lebih kurang sanitasi yang baik dan kesehatan reproduksi bagi wanita. sekitar 50 peserta ibu-ibu dan remaja putri Rohingya menerima ragam pemahaman baru berkaitan kebersihan dan organ reproduksi.

di luar itu, pada kesempatan berikutnya, kelas pemberdayaan serta kembali terjadi. KP3A telah menyusun kelas pendampingan setiap harinya, dengan durasi dua kali dalam sehari. Pagi pada pukul09.00 hingga 11.00 WIB pengungsi Rohingya sanggup memulai mempelajari bahasa, berhitung, dan ilmu-ilmu umum yg lain. Sedangkan sore harinya menjelang berbuka puasa, ada kelas pukul 16.00hingga maghrib lebih kurang ilmu agama. Utk pengungsi perempuan dan remaja putri ada pula kelas life-skills menyangkut membuat bros, sulam-menyulam, tanaman hidroponik dan lain-lain.

(CAL)

sumber